BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Pendahuluan
Wakaf
merupakan suatu tindakan hukum yang di syariatkan sehingga ke mazhab pun
menyepakatinya.Tidak lain wakaf adalah suatu bahasan yang penting di dalam
islam,meskipun wakaf bersifat ijtihadi tetapi kebeeradaannya cukup di
perhatikan oleh para ulama di sebabkan pertimbangan untuk menjaga ke maslahatan
yang bersifat khas terlebih lagi yang bersifat umum.Sehingga tidak mustahil
jika wakaf mengalami dinamika-dinamika yang berkaitan erat dengan sikon yang
telah ada ataupun yang akan ada. Kita bisa melihat negara negara islam di zaman
dahulu,karena adanya wakaf umat islam dapat maju bahkan sampai sekarang
hasil dari wakaf mereka itu masih juga kekal, dan kita pun masih dapat
merasakan hasil wakaf tersebut.
Namun yang
menjadi sedikit masalah dan perlu diteliti dan dipelajari lebih mendalam adalah
tentang kaitannya hukum wakaf dalam kacamata para ulama yang juga merupakan
objek hukum fiqih. Yang di dalam memberikan produk-produk pemikiran mereka
terdapat begitu banyak ikhtilaf, yang tentunya sangat berpengaruh terhadap
kedudukan hukum wakaf tersendiri, baik itu dari pemi9kiran mereka yang secara
murni dalam merujuk dalil nash atau hanya merupakan monopolisasi dalam sikon
pada suatu tempat tertentu. Oleh karena itu makalah ini sedikit membahas
tentang dasar dan iokhtilaf para ulama tentang hukum wakaf. Dan di harapkan
makalah ini menjadi bahan sharing buat kita semua.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Pengertian wakaf
1.2.2 Dasar hukum
wakaf
1.2.3
Rukun dan syarat wakaf
1.2.4
Klasifikasi wakaf
1.2.5
Ketentuan-ketentuan wakaf
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian wakaf
Pengertian wakaf menurut bahasa wakaf berasal dari kata Arab Waqf ( وقف )
Al – Waqf terambil dari akar kata waqafa – yaqifu – waqfan - wa-wuqufan. Waqf yang berarti radiah
(terkembalikan), Al-Tahbis
(tertahan), Al-Tasbil (tertawan), dan
Al-Man’u (mencegah)[1].
Sedangkan
menurut istilah (syara) yang dimaksud dengan wakaf sebagaimana yang
didefinisikan oleh para ulama sebagai berikut.
1.
Muhammad Al-Syarbini Al-Khatib
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf ialah :
حَبْسُ مّالٍ يُمْكِنُ الإِنْتّفَاعُ بِهِ مَعَ
بِقَاءِ عَيْنِهِ بِقُطْعِ التَّصَرُّفِ فِى رَقَبَتِهِ عَلَى مُصَرَّفِ مُبَاحٍ
مَوْجُوْدٍ
“penahan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan
disertai dengan kekal nya zat benda dengan memutuskan tasharruf (penggolongan)
dalam penjagaan nya atas mushrif (pengelola) yang di bolehkan adanya.
2. Imam
taqiy al-din abi bakr bin Muhammad al husaeni dalam kitab kifayat al akhyar
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah :
مَمْنُوْعٌ
مِنَالتَّصَرَّفُ فِىى عَيْنِهِ وَتَصَرَّفُ مَنَافِعِهِ فِىى الْبِرَّ تَقَرُّبً
إِلَى اللّٰهِ تَعَلَى
“Penahanan
harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan dengan kekal nya benda (zat) nya,
dilarang untuk digolongkan zatnya dan dikelola manfaatnya dalam kebaikan untuk
mendekatkan diri pada allah SWT.
3.
Ahmad azhar basyir berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan wakaf ialah menahan harta yang dapat di ambil manfaatnya
tidak musnah seketika, dan untuk penggunaan yg dibolehkan, sertadimaksudkan
untuk mendapat ridha allah SWT.
4.
Idris ahmad berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan wakaf ialah, menahan harta yang mungkin dapat diambil orang
manfaatnya, kekal zat (‘ain)-nya dan menyerahkannya ke tempat tempat yang telah
ditentukan syara’, serta dilarang leluasa pada benda benda yang dimanfaatkan nya itu.
Dari definisi definisi yang telah dijelaskan oleh
para ulama diatas, kiranya dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan wakaf
adalah menahan Sesuatu benda yang kekal zat nya, dan memungkinkan untuk diambil
manfaatnya guna diberikan dijalan kebaikan.
2.2 Dasar Hukum Wakaf
Adapun yang dinyatakan sebagai dasar hukum wakaf
oleh para Ulama, Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 77.
وافعل الخيرات لعلكم تفلحون
(الحاج : 77)
Dan buatlah kebajikan supaya kamu
mendapatkan kemenangan’
Ada juga
ayat ayat lain seperti Q.S al Baqarah;267
Artinya
Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
QS. al Imran 92,
Artinya
Kamu sekali-kali tidak
sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian
harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya
Allah mengetahuinya.
Q.S al
Maidah; 2.
Arinya
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah [389], dan jangan
melanggar kehormatan bulan-bulan haram [390], jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya [391], dan binatang-binatang qalaa-id [392], dan
jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka
mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya [393] dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Dan semua itu pada dasarnya memerintahkan agar
manusia berbuat kbajikan, membelanjakan hartanya di jalan Allah dan dalam
aplikasinya dalam interaksi saling tolong menolong
Selain
dari dasar firman Allah tersebut ada juga di dasarkan pada hadits, seperti yang
diriwaytkan oleh Imam Muslim
اذا مات المسلم ان قطع عمله الا من ثلاث
صدقة جارية او علم ينتفع به او ولد صالح يدعو له
Adapula
hadist yang diriwayatkan oleh iamam Muslim juga, yaitu dari ibnu Umar ra, I
berkata bahwa Umar ibnu khatob mendapat bagian tanah khaibar, lalu ia pergi
kepada Nabi Muhammad Saw, seraya berkata saya mendapat bagian tanah yang belum
pernah saya dapatkan harta yang paling saya senangi daripadanya, maka apakah
yang akan Nabi perintahkan kepada saya,?, Nabi Muhammad Saw menjawab bila
engkau mau tahanlah zar bendanya dan sedekahkanlah hasilnya.
2.3 Rukun Dan Syarat Wakaf
Sayarat-syarat
wakaf yang bersifat umum adalah sebagai berikut :
a. Ta’bid,
yaitu untuk selama-lamanya / tidak terbatas waktunya
Wakaf
tidak di batasi dengan waktu tertentu sebab perbuatan wakaf berlaku untuk
selamanya, tidak untuk waktu tertentu. Bila seseorang mewakafkan kebun untuk
jangka waktu 10 tahun misalnya, maka wakaf tersbebut di pandang batal.
b.
Tanjiz , yaitu diberikan waktu
ijab-qabul. Tidak syah waqaf dengan ditangguhkan seperti : kalau saya mempunyai
rezeki yang baik, saya akan memberikan waqafan tanah ini ……… kepada saudara
……….
Kecuali
dari itu jika berwasiat dengan mewaqafkan sesuatu boleh saja.
c. Imkan
– tamlik, yaitu dapat diserahkan waktu itu juga.
Jadi
tidak syah mewaqafkan tanah yang akan dibeli dahulu. Kecuali merupakan rencana,
bila telah dibeli tanahnya lalu diadakan ijab waqaf. Wakaf harus segera di
laksankan setelah di nyatakan oleh yang mewakaf kan, tanpa di gantungkan pada
peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang sebab pernyataan wakaf
berakibat lepasnya hak milik bagi yang mewakafkan. Bila wakaf di gantungkan
dengan kematian yang mewakafkan, ini
bertalian dengan wasiat dan tidak bertalian dengan wakaf. Dalam pelaksanaan
seperi ini , berlakulah ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan wasiat.
d.
Tujuan wakaf harus jelas, seperti
mewakafkan sebidang tanah untuk masjid, muhsola,pesantren,pekuburan ( makam )
dan yang lainnya. Namun, apabila seseorang
mewakafkan sesuatu kepada hukum
tanpa menyebut tujuan nya , hal
itu di pandang sah sebab penggunaan benda- benda wakaf tersebut menjadi
wewenang lembaga hukum yang menerima harta-harta wakaf tersebut.
e.
Wakaf merupakan perkara yang wajib di
laksanakan tanpa adanya hak khiar ( membatalkan atau melangsungkan wakaf yang
telah di nyatakan ) sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk
selamanya.
Adapun
Rukun wakaf adalah sebagai berikut :
a. Wakif
Wakif
yaitu orang atau orang-orang atau badan
hukum yang mewakafkan barang-barangnya dengan syarat mempunyai ahiyatul “ ada
tegasnya dewasa, tidak ada halangan untuk melakukan perbuatan hukum. Selain itu
seorang wakif mempunyai kecakapan melakukan tabarru, yaitu melepaskan hak milik
tanpa imbalan materi. Orang yang di katakan
cakap bertindak tabarru adalah baligh, berakal sehat, dan tidak
terpaksa.
Dalam
fiqih islam di kenal dengan baligh dan rasyid, baligh di titik beratkan pada
umur dan rasyid di titik beratkan pada kematangan pertimbangan akal, maka akan
di pandang tepat bila dalam cakap bertabarru
di syaratkan rasyid, yang dapat di tentukan dengan penyelidikan .
Seorang
wakif tidak perlu seorang muslim, dapat pula si wakif itu non muslim demikian
pula mauquf’alaih[2]
. Meskipun untuk hal ini ada beberapa
syarat yang dikemukakan oleh ulama, syarat-syarat tersebut berkisar didalam
penilaian perbuatan taqarrub.
b. Ikrar
atau pernyataan wakaf ( shigat waqf)
Syarat-syarat
sighat wakaf ialah bahwa wakaf di sighatkan, baik dengan lisan, tulisan, maupun
dengan isyarat. Wakaf di pandang telah terjadi apabila ada pernyataan wakif (
ijab ) dan Kabul dari maukuf alaih tidaklah di perlikan. Isyarat hanya boleh di
lakukan bagi wakif yang tidak mampu melakukan lisan dan tulisan.
Ikrar
adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan sesuatu benda miliknya.
Untuk ikrar ini ada beberapa syarat-syarat tertentu, seperti dinyatakan untuk
selama-lamanya, tunai dalam arti tidak digantungkan kepada sesuatu syarat waktu yang lain, jelas
kepada siapa diwakafkan, dan sudah tentu ikrar harus disaksikan dan dinyatakan
dengan jelas dan tegas meskipun adapula ulama yang mebolehkan wakaf dengan tindakan.
Kata-kata yang biasa digunakan dalam bahasa Arab untuk wakaf ini adalah
shadaqtu, habastu, waqaftu, adabtu, haramatu.
Pada
prinsipnya untuk ikrar ini harus terang pengertiannya, sesuai dengan tujuan
wakaf, menggambarkan kesungguhan kemauan si wakif. Dan apabila pengikraran itu
dengan surat wasiat maka wakaf berlaku seak meninggalnya si pemberi wasiat.
c. Mauquf
atau benda yang diwakafkan
Syarat
yang penting untuk mauquf ini antara lain benda itu kekal zatnya apabila
diambil manfaatnya. Si wakif diperkenankan untuk mewakafkan hartanya baik ‘iqor
maupun manqul akan tetapi sudah tentu berdasarkan syarat-syarat tersebut
diatas, jadi benda-benda semacam makanan, minuman, anjing, ikan di laut, benda
yang sedang digadaikan tidak dapat dijadikan benda wakaf. Benda-benda yang
pernah diwakafkan pada zaman Nabi SAW adalah antara lain : tanah, kebun,
sumber-sumber air, senjata, kkuda, mesjid[3].
d. Nadhir
atau Mutawalli atau Qayyim
Adalah
orang atau kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas memelihara dan
mengurus benda wakaf.
Syarat –syarat yang harus dipenuhi adalah
mempunyai ahliyatul ‘ada dan bersifat amanah, dapat dipercaya sebagai pengurus
benda wakaf. Nadhir dapat mendapatkan upah secara makruf. Nadhir inilah yang
bertindak sebagai pengurus dalam Badan Hukum Wakaf, dia juga dapat bertindak
hukum atas nama Badan Hukum Wakaf dalam rangka mengekalkan manfaat dari benda
wakaf. Apabila si Nadhir berkhianat didalam mengurus harta wakaf, atau tidak
menjaga dnegan baik, atau melanggar syarat-syarat wakaf yang sudah dibuat, maka
harus dicabut wakaf dari padanya dan dapat diminta pertanggungjawaban atas
tindakannya dengan kemungkinan menanggung resiko yang berupa mengganti kerugian
benda-benda wakaf. Didalam kenyataannya tidak jarang si wakif itu sendiri yang
meadi nadhir, dalam hal yang semacam ini sudah tentu si wakif harus benar-benar
sanggup memisahkan tindakan-tindakan sebagai wakif dan sebagai nadhir.
Adakalanya pula yang menjadi nadhir itu family dari si wakif diluar family si
wakif dan sering pula bertindak sebagai nadhir itu si mauquf ‘alaih ( orang
yang menerima wakaf )
2.4
Klasifikasi Wakaf
Dilihat dari segi penggunaan manfaat wakaf, maka
wakaf terbagi 2, yaitu :
a. Wakaf
Ahli ( Dzurry ) atau wakaf yang ditentukan penghasilannya atau kegunaannya
kepada orang-orang tertentu, biasanya kepada keluarga. Wakaf ahli atau dzurry
ii ditinjau dari segi ikrar si wakif ada kemungkinan “putus awalnya, putus di
tengah, dan putus di akhirnya “. Wakaf ahli atau dzurry ini etrnyata dapat
menimbullkan beberapa ekses semacam pertengkaran karena soal social ekonomi
yang kuarang mantap atau juga karena soal kurangnya kesadaran beragama, semacam
saling menggugat diantara para ahli waris nadhir dan penjualan harta benda
kekayaan wakaf.
b. Wakaf
Khairy yang diperuntukan bagi kemaslahatan umum kaum muslimin. Wakaf khairy
inilah yang sampai sekarang dinegara-negara lain telah diatur oleh Negara. Baik
wakaf khairy maupun dzurry sejak zaman Nabi sudah adda, ini dapat dibuktikan
dengan hadirs yang banyak dikemukakan oleh ulama-ulama hadits[4] .
Adapula pembagian lain seperti :
a. Wakaf
untuk kepentingan yang kaya dan yang miskin dengan tidak berbeda, semacam wakaf
masjid, sekolah, rumah sakit.
b. Untuk
keperluan yang kaya dan sesudah itu baru untuk si miskin, termasuk disini wakaf
keluarga.
c. Unntuk
keperluan si miskin semata-mata seperti lembaga wakaf yang membagikan makanan,
pakaian, obat-obatan, khusus bagi yang tidak mampu.
2.5
Ketentuan-Ketentuan Wakaf
Menurut
Ahmad azhar basir berdasarkan hadis yang berisi tentang wakaf umar r.a maka di
peroleh ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Harta
wakaf harus tetap ( tidak dapat di pindahkan kepada orang lain ), baik di jual
belikan, di hibah kan, maupun di wariskan.
2. Harta
wakaf terlepas dari pemilik dan orang
yang memawakafkan nya
3. Tujuan
wakaf harus jelas ( terang ) dan termasuk perbuatan baik
menurut ajaran agama islam
4. Harta
wakaf dapat di kuasakan kepada pengawas yang memiliki hak ikut serta dlam
haarta wakaf sekedar perlu dan tidak
berlebihan
5.
Harta wakaf dapat berupa tanah dan
sebagai nya ,yang tahan lama dan tidak musnah sekali di gunakan
6. Status
wakaf itu adalah abadi, kecuali jika dicabut oleh yang mewaqafkan.
7. Barang
wakafan boleh dijual, bilamana :
a. Tak
dapat dipergunakan lagi selain dijual, lalu uangnya dibelikan lagi kepada
barang-barang lain yang berguna untuk tujuan waqafan ,
b.Karena
ada maksud lain yang lebih baik, contohnya ; ada dua bidang tanah waqafan yang
sukar dipergunakan kecuali dengan dijual salah satunya, lalu dibelikan lagi
kepada tanah yang berdekatan dengan tanah yang sebidang lagi.
8. Jika
orang yang diberi waqafan itu tlah mati, sedangkan tak ada orang yang berhak
menerimanya, maka barang waqafan itu harus diberikan kepada family orang yang
mewaqafkan bukan ahli warisnya.
Jikalau
familynya tidak ada, maka barang waqafan itu harus di kembalikan / dipergunakan
untuk kepentingan umum.
[1] M.
Al-Syarbini Al-khatib,Al-iqna fi Hall Al-Alfadz Abi Syuza ( Daar Al-Ihya
Al-Kutub : Indonesia,t.t) hlm 319.
[2]
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasibi. Prof. Hukum Antar Golongan Dan Fiqih Islam. Cetakan
I. Bulan Bintang. Jakarta. 1971. Hlm 97.
[3]
Sabiq, Sayyid, fiqhus Sunnah, jilid III. Cetakan I. Darul Kitabil ‘Araby.
Beirut. 1971.hlm 517-521
[4]
Syihabuddin Al-Asqalani, fathul Baary, juz VI. Musthafa Al-Baby Al-Halaby.
Mesir, 1959. Hlm 309-315.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar