MAKALAH
MEMAHAMI
UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG ZAKAT
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah
“Fiqih
Zakat”
DISUSUN :
KELOMPOK 4 EKIS C/V
Ismi
Afriyanti
|
111400792
|
Titi Haeriah
Een kania
|
111400800
111400788
|
Munawaroh
|
111400789
|
|
|
|
JURUSAN
EKONOMI ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN
EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN)
SULTAN MAULANA HASANUDDIN
“SMH” BANTEN
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Zakat sebagai
rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu membayarnya dan
diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Zakat merupakan sumber dana
potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi
seluruh masyarakat.
Dalam rangka
meningkatkan daya guna dan hasil guna , zakat harus dikelola secara melembaga
sesuai dengan syariat islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum,
terintegrasi dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pelayanan terhadap pengelolaan zakat.
Di Indonesia
zakat diatur oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 2011. Berdasarkan Undang-Undang
ini lembaga pengelola zakat dikelola oleh beberapa lembaga diantaranya BAZNAS,
LAZ, dan UPZ. Untuk lebih jelasnya lagi akan dipaparkan pada bab selanjutnya.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1 Lembaga
Pengelola Zakat
1.2.2 Penghimpunan
Zakat
1.2.3 Pendistribusian
Zakat
BAB
II
PEMBAHASAN
1. LEMBAGA-LEMBAGA
PENGELOLA ZAKAT
Pelaksanaan
zakat di dasarkan pada firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat : 60
إِنَّمَا
الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَآءِوَآلْمَسَكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ
عَلَيْهَاوَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى آلْرّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِى
سَبِيْلِ آللّٓهِ وَابْنِ الْسَّبِيْلِ
فَرِيْضَةً مّنَ آللّٓهِ وَآلله
عَلِيْمٌ حَكِيْم
Artinya
:”Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang miskin, pengurus-pengurus
zakat. Para muallaf yang dibujuk dihatinya, untuk memerdekakan budak,
orang-orang yang berutang untuk jalan Allah, dan orang-orang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah lagi maha
mengetahui maha bijaksana.”
Dalam ayat
diatas dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat
(mustahik zakat) adalah orang-orang yang bertugas mengurus urusan
zakat(‘amilina ‘alaiha).
Dan firman Allah
SWT pada surat AT-Taubah ayat 103
خُذْ مِنْ أَمْوَ لِهِمْ صَدَقَةً تُطَهّرُهُمْ
وَتُزَكّهِمْ بِهَاوَصَلّ عَلَيْهِمْ
إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لّهُمْ
وَآللّهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Artinya
:”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah maha mendengar agi maha
mengetahui.”
Ayat ini
menjelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput) dari orang-orang yang berkewajiban
untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian dberikan kepada mereka yang berhak
menerimanya (mustahik). Dan yang mengambil dan yang menjemput itu adalah
petugas amil. Menurut imam Qurtubi bahwa yang dimaksud amil itu adalah
orang-orang yang ditugasksan ( diutus oleh imam ataua pemerintah ) untuk
mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatat zakat yang diambilnya dari para
muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Di indonesia
pengelolaan zakat semula diatur oleh Undnag-Undang No 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat, dikarenakan Undang-Undang ini dianggap kurang efisien dengan
perkembangan hukum dalam masyarakat akhirnya Undang-Undang ini digantikan oleh
Undang-Undang No 23 Tahun 2011, Undang-undang ini berisikan tentang pengelolaan
zakat yang meliputi kegitatan perencanaan dan pengoorganisasian dalam
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Dalam Undang-Undang No 23
tahun 2011 mengemukakan bahwa pengelolaan zakat bertujuan untuk :
a. Meningkatkam
efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, dan
b. Meningkatkan
manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan.
Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, di
bentuklah Badan Amil Zakat Nasional atau biasa disebut dengan BAZNAS, Badan
Amil Zakat Nasional ini merupakan lembaga pengelolaan zakat secara nasional
yang bersifat mandiri dan bertanggung
jawab kepada presiden melalui mentri. Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat
membentuk Lembaga Amil Zakat selanjutnya disebut LAZ, pembentukan LAZ wajib
mendapat izin mentri atau pejabat yag ditunjuk oleh mentri. LAZ wajib
melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pengumpulann, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariah dan keuangan. Unit Pengumpulan
Zakat yang di sebut dengan UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh
BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.
Di indonesia, berdasarkan Keputusan Mentri Agama RI
no 581 tahun 1999, mengemukakan bahwa lembaga zakat harus memiliki persyaratan
teknis[1],
antara lain :
1. Berbadan
hukum
2. Memiliki
data muzakki dan mustahik
3. Memiliki
program kerja yang jelas
4. Memiliki
pembukuan yang baik
5. Melampirkan
surat pernyataan bersedia di audit
Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelolaan zakat,
apalagi yang memiliki kekuatan hukum formal akan memiliki beberapa keuntungan,
diantaranya :
a. Menjamin
kepastian dan disiplin pembayar zakat.
b. Menjaga
perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung untuk
menerima zakat dari muzakki.
c. Mencapai
efisien dan efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat
menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat.
d. Memperlihatkan
syiar islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang islami.
2. PENGHIMPUNAN
ZAKAT
Dalam upaya
pengumpulan zakat muzakki melakukan perhitungan sendiri atas kewajiban
zakatnya. Jika muzakki tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya maka
muzaki dapat meminta bantuan kepada BAZNAS, zakat yang dibayarkan oleh muzakki
kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan pajak.
Selain menerima
zakat, BAZNAS dan LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial
keagamaan lainnya, dilakukan sesuai dengan syariat islam dan dilakukan sesuai
dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan
dalam pembukuan tersendiri.
3. PENYALURAN
ZAKAT
Zakat yang
dikumpulkan oleh lembaga pengelola zakat, harus segera disalurkan kepada para
mustahik sesuai dengan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan,
keadilan dan kewilayahan yang telah disusun pada program kerja lembaga
pengelola zakat. Zakat tersebut disalurkan oleh para mustahik sesuai dengan apa
yang telah tergambar pada AL-Qur’an surat At-Taubah ayat : 60., ayat ini
menjelaskan orang-orang yang berhak menerima zakat diantaranya :
1. Fakir
dan Miskin yaitu mereka yang tidak memiliki penghasilan sama sekali, atau
memilikinya tetapi sangat tidak mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan keluarga
yang menjadi tanggungannya
2. Kelompok
Amil (petugas zakat)
3. Kelompok
Muallaf, yaitu kelompok orang yang dianggap masih lemah imannya, karena baru
masuk islam. Merek diberi agar bertambah kesungguhan dalam memeluk agama islam
dan bertambah keyakinan mereka, bahwa segala pengorbanan mereka dengan masuk
islam tidaklah sia-sia. Bahwa islam sangatlah memperhatikan mereka, bahkan
memasukkannya kedalam bagian yang penting dari salah satu rukun islam yang
ketiga.
4. Dalam
memerdekakan budak belian. Artinya bahwa zakat itu digunakan untuk membebaskan
budak belian dan menghilangkan segala bentuk perbudakan.
5. Kelompok
Gharimin atau kelompok orang yang berutang, yang sama sekali tidak melunasinya
6. Dalam
jalan Allah (fi sabilillah) pada zaman Rasulullah kelompok ini adalah para
relawan perang yang tidak mempunyai gaji yang tetap.
7. Ibnu
sabil, yaitu orang yang terputus bekalnya dalam perjalanan.
Adapun penyaluran zakat yang bersifat produktif
Yusuf Al-Qardhawi dalam fiqh zakat berpendapat bahwa pemerintahan Islam di
perbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat
untuk kemudian pemilikan dan keuntungannya bagi fakir miskin, sehingga akan
terpenuhi kebutuhan mereka sepanjang masa. Pengganti pemerintah untuk saat ini
dapat diperankan oleh Bdan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat yang amanah, kuat
dan profesional. BAZNAS dan LAZ, jika
memberikan zakat yang bersifat produktif harus pula melakukan pembinaan atau
pendampingan kepada para mustahik agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan
baik. Menurut UU No. 23 Tahun 2011 pasal 29 menerangkan bahwa zakat dapat
digunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan
peningkatan kualitas umat. Yang dimaksud usaha produktif yaitu usaha yang mampu
meningkatkan pendapatan, taraf hidup dan kesejahteraan.
BAB
III
SKEMA
DAFTAR
PUSTAKA
Hafidhuddin, Didin. Zakat Dalam Perekonomian Modern. 2002. Jakarta : Gema Insani Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar