BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Indonesia adalah sebuah negara
strategis di kawasan asia tenggara yang terletak diantara dua samudera yaitu
samudera hindia dan samudera Pasifik. Dihimpit oleh dua benua juga yaitu Benua
Asia dan Benua Australia, hal ini lah yang menyebabka bangsa Indonesia banyak
dikunjungi oleh pedagang dari Eropa pada masa lampau. Karena banyaknya
pedangang dari Eropa yang berdagang di Indonesia, Indonesia menjadi negara
jajahan oleh bangsa Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda, dari keempat bangsa
tersebut,bangsa yang paling lama menjajah Indonesia adalah bangsa Belanda yaitu
selama 350 tahun, selama Belanda menjajah Indonesia, mereka menciptakan sistem
perekonomian untuk menjalankan roda perekonomian di Indonesia.
2. Rumusan
Masalah
·
Bagaimana sejarah kedatangan belanda ke Indonesia?
·
Bagaimana keadaan Indonesia pada masa kolonialisme VOC?
·
Apa kebijakan yang di terapkan oleh kolonial belanda kepada
Indonesia?
·
Bagaimana Berakhirnya Penjajahan Kolonial Hindia Belanda di
Indonesia?
3. Tujuan
·
Untuk mengetahui sejarah kedatangan belanda ke Indonesia
·
Untuk mengetahui keadaan Indonesia pada masa colonialisme
VOC
·
Untuk mengetahui kebijakan yang di terapkan oleh kolonial
belanda
·
Untuk mengetahui berakhirnya penjajahan Kolonial Hindia
Belanda di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
kedatangan Belanda ke Indonesia
Sebelum datang, ke Indonesia, para pedagang Belanda membeli
rempah-rempah di lisabon (ibu kota portugis). Pada waktu itu belanda masih
berada dalam di bawah penjajahan spanyol. Mulai tahun 1585, belanda tidak lagi
mengambil rempah-rempah dari lisabon karena portugis di kuasai oleh spanyol.
Dengan putusnya perdagangan rempah-rempah antara belanda dan spanyol, mendorong
bangsa belanda utuk mengadakan penjelajahan samudra.
Belanda mendarat di indonesia, tepatnya di pelabuhan
banten pada 1596 di bawah pimpinan cornelis de hutman, dengan tujuan
untuk mendapatkan rempah-rempah. Sebelumnya, belanda hanya merupakan pedagang
perantara yang memilih rempah-rempah di lisabon, portugis untuk di jual
kembali. Tahun 1585 pada perang 80 tahun portugis di kuasai oleh spanyol, yang
mengakibatkan belanda tidak dapat membeli rempah-rempah di portugis.
Pada 1599, belanda meneruskan pelayarannya hingga ke
Maluku. Penduduk Maluku menerima dengan baik kedatangan belanda, selain karena
menunjukan kalimat yang baik, juga di
anggap segabai musuh dari orang-orang portugis yang tidak di sukai oleh
penduduk Maluku. Pada 1600, armada belada pergi ke negrinya dengan membawa
rempah-rempah yang banyak. Keberhasilan inilah yang menjadikan kongsi-kongsi
dagang di belanda berbondong-bondong datang ke Indonesia.
Akibatnya, Indonesia di penuhi para pedagang dari
belanda. Diantara kongsi dagang belanda sendiri terjadi persaingan. Selain itu,
persaingan juga terjadi dengan inggris, spanyol dan portugis. Akibatnya mereka
tidak mendapatkan keuntungan dan merugi
B. Kolonialisme
pada masa VOC
Terjadinya persaingan tidak sehat di antara sesama
pedagang ternyata menimbulkan kerugian yang besar. Untuk mengatasi ini, maka pada
tahun 1602 di dirikanlah verrenigde Oost Indische Compagnie (VOC) atau
persekutuan Dagang Hindia Timur. Yang di sahkan oleh staten General, yakni
republik kesatuan tujuh provinsi berdasarkan suatu piagam yang memberikan hak
eksklusif kepada perseroan untuk berdagang, berlayar, memonopoli perdagangan,
dan memegang kekuasaan. Badan ini selain untuk melindungi para pedagang Belanda
juga untuk menghadapi persaingan dengan para pedagang Inggris yang tergabung
dalam East India Company (EIC). VOC mempunyai hak-hak khusus (Octrooi)[1]
seperti monopoli untuk berdagang di wilayah antara Amerika dan Afrika,
membentuk angkatan perang sendiri, mengadakan peperangan, mendirikan benteng
bahkan menjajah. VOC juga berhak mengangkat pegawai sendiri dan mempunyai mata
uang sendiri, melakukan pungutan pajak, mengadakan perjanjian sedangkan
kewajiban VOC adalah bertanggungjawab kepada Staten General, dan pada waktu
perang harus membantu pemerintah dengan uang dan angkatan perang. VOC membuka
kantor cabangnya di beberapa tempat di negeri belanda dan banten pada tahun
1603di bawah pimpinan Francois Wittert, oleh karena sikap tegas Mangkubumi
Banten, maka kantor pusat VOC di hindia Timur dipindahkan ke Jayakarta pada
tahun 1611. Tempat ini nantinya di bangun oleh Jan Pieterszoen Coen dan
di ganti namanya menjadi Batavia.
Tujuan
di bentuknya VOC adalah sebagai berikut:[2]
1. Menghindari
persaingan yang tidak sehat antar sesama pedagang belanda
2. Memperkuat
posisi belanda dalam menghadapi persaingan, baik dengan sesama bangsa eropa
maupun dengan bangsa-bangsa asia.
3. Mendapatkan
monopoli perdagangan baik impor maupun ekspor.
4. Membantu
pemerintah belanda yang sedang berjuang menghadapi spanyol yang menguasainya.
Dengan di berikannya hak-hak istimewa VOC bukan saja sebagai kongsi dagang, tetapi
juga merupakan pemerintahan semi resmi. Pada 1605, VOC di bawah pimpinan Steven
Van derhaagen berhasil merebut benteng portugis di banten. Untuk memperkuat
kedudukannya, Konflik antara banten dengan belanda semakin tajam dan akhirnya VOC
mengangkat seorang pimpinan yang berpangkat gubernur jenderal. Gubernur
jenderal yang pertama adalah Pieter Both. Sekitar tahun 1630, belanda
telah mencapai banyak kemajuan dalam meletakan dasar-dasar militer untuk
mendapatkan hegemoni perdagangan atas perniagaan laut Indonesia. Mereka
berkuasa di ambon, di pusat kepulauan penghasilan rempah-rempah.[3]
Dalam perkembanganya, ambon di nilai tidak strategis
lagi. Perhatian VOC di tujukan ke jayakarta, kota pelabuhan kerajaan banten. Di
bawah pimpinan gubernur general Jan PieterZoon Coen (J.P.Coen) tahun
1619), VOC berhasil merebut jaya karta sebagai markas besar VOC. JP Coen
kemudian mengganti nama jayakarta dengan Batavia sesuai dengan nama salah satu
di negeri belanda yakni suku Batavia, selanjutnya,Batavia di jadikan markas
besar VOC sebagai tempat kedudukan gubernur general dan menjadi pangkalan
imperialisme belanda di Indonesia.
Dengan berdirinya kota Batavia sebagai markas besar
VOC maka kedudukan voc semakin kuat. VOC terus mengadakan perluasan wilayah
kekuasaannya. Untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya melalui
perdagangan, VOC melaksanakan sistem monopoli. Praktik monopoli dan pelayaran
hongi seperti tersebut yang kemudain menimbulkan kebencian di kalangan rakyat.
Rakyat yang hidup tertekan dan tertindas
akhirnya melakukan perlawanan terhadap VOC
Menjelang abad ke 18 VOC mengalami kebangkrutan yang
di tandai dengan memburuknya kondisi keuangan VOC dan menumpuknya utang VOC.
Korupsi merupakan sebab utama kebangkrutan itu. Hal itu di perparah oleh utang
peperangan VOC dengan rakyat Indonesia dan inggris dalam memperebutkan
kekuasaan di bidang perdagangan yang semakin menumpuk. Sebab lainnya adalah
kemerosotan moral di antara penguasa akibat sistem monopoli perdagangan.
Keserakahan VOC membuat penguasa
setempat tidak sungguh-sungguh membantu voc dalam memonopoli perdagagan.
Akibatnya, hasil panen rempah-rempah yang masuk ke VOC jauh dari jumlah yang di
harapkan hal utama lainnya adalah ketidak cakapan para pegawai VOC dalam
mengendalikan monopoli. Akibatnya, Verplichte leveraties (penyerahan
wajib) dan preanger stelsel (aturan periangan) tidak berjalan
semestinya. Persoalan internal yang berlarut-larut dalam tubuh VOC dan anggaran
VOC yang menyedot uang Negara membuat pemerintah republic bataaf mencabut hak
octroi izin usaha VOC, dan 31 desember 1799 VOC pun di bubarkan.
C. Terbentuknya
pemerintahan colonial hindia belanda
Dengan di bubarkannya VOC maka mulai terjadi perubahan
politik pemerintahan di Indonesia. Kepulauan Indonesia yang di kuasai VOC,
berganti di perintah dan di jajah oleh pemerintah belanda. Untuk menjalankan,
pemerintahan di Indonesia di angkatlah seorang gubernur jenderal. Gubernur
jenderal itu berkuasa di Indonesia atas nama pemerintah di negri belanda.
Dengan di angkatnya gubernur jenderal di Indonesia terbentuklah pemerintahan kolonial
belanda di Indonesia.
1. Pemerintahan
DaenDels ( 1808-1811)
Untuk menjalankan kepemerintahan di Indonesia, di angkatlah
gubernur jenderal daendels. Daendels tiba di Indonesia pada 1
januari 1808. Daendels kemudian mengadakan banyak tindakan. Salah satu
tindakan daendels yang terkenal adalah dalam bidang sosial ekonomi.
Beberapa tindakan itu, antara lain sebagai berikut[4]:
a. Meningkatkan
usaha pemasukan uang dengan cara pemungutan pajak.
b. Meningkatkan
penanaman tanaman yang hasilnya laku di pasaran dunia.
c. Rakyat masih di haruskan melaksanakan penyerahan
wajib hasil pertaniannya
d. Untuk
menambah pemasukan dana, juga telah di lakukan penjualan tanah-tanah kepada
pihak swasta
e. Membangun
jalan anyer panarukan, jawa barat
Beberapa tindakan daendels telah menyebabkan
kesengsaraan rakyat. Kesewenang-wenangan daendels dan penderitaan rakyat
itu telah menimbulkan protes dan perlawanan rakyat. Tindakan sewenang-wenang
rakyat itu segera di dengar pemerintahan di negeri belanda. Daendels akhirnya
di panggil pulang ke belanda.
2. Kepemerintahan
Wilem Janssen(1811)
Sebagai pengganti daendels di kirimlah jan
willem janssen. Ia mulai menjabat gubernur jenderal hindia belanda di jawa
tahun 1811. Ia kemudian memperbaiki keadaan yang di tinggalkan daendels.
Namun, daerah kepulangan Maluku sudah berhasil di rebut oleh inggris, bahkan,
secara defakto daerah kekuasaan hindia belanda di masa janssen tingggal
daerah tertentu, misalnya jawa, makasar dan Palembang. Inggris terus mendesak
kekuatan belanda Indonesia. Akhirnya, belanda menyerah di tumpang, salatiga.
Penyerahan janssen kepada inggris secara resmi melalui kaputali tuntang
yang di tandatangani pada 18 september 1811.
D. Pelaksanaan
Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda II
Pada 1814 telah di adakan konvensi londen
berdasarkan konvensi itu, ingris harus mengembalikan daerah kekuasannya di
Indonesia kepada pihak belanda. Jhon fendell pun secara resmi pada 1816
menyerahkan Indonesia kembali kepada belanda. Dengan demikian, Indonesia
kembali berada di bawah kekuasaan belanda. Setelah kembali ketangan belanda,
Indonesia di pimpin oleh tiga orang komisaris jenderal, yaitu Elout, Van der
Capellen, dan Buyskas. Sementara itu, kondisi perekonomian belanda
sedang merosot.
Pada 1829, seorang tokoh bernama Johans van den bosh
mengajukan kepada raja belanda usulan-usulan yang berkaitan dengan cara-cara
melaksanakan politik kolonial belanda di indonsia. Usulan-usulan itu, antara
lain bagaiman menghasilkan lebih banyak produk-produk tanaman yang dapat di
jual di pasaran dunia. Sesuai dengan keadaan di negeri jajahan maka penanaman
di lakukan dengan paksa. Konsep yang di usulkan van den bosh itulah yang
kemudian di kenal dengan culture stelsel (tanam paksa)..
a. Tanam
paksa
Sistem tanam paksa adalah kebijakan gubernur
jenderal van den bosh yang mewajibkan para petani jawa untuk menanam
tanaman-tanaman yang dapat di ekspor ke pasaran dunia. Jenis tanaman itu antara
lain, kopi, tebu, tembakau, nila. Ciri utama dari sistem tanam paksa adalah
mewajibkan rakyat di jawa untuk membayar pajak dalam bentuk barang dengan
hasil-hasil pertanian yang mereka tanam. Ketentuan-ketentuan tanam paksa itu
seperti termuat dalam staatblat (lembaran Negara) tahun 1834, no 22 ketentuan
nitu sebagai berikut:[5]
1. Berdasarkan
persetujaun, penduduk menyediakan sebagian dari tanahnya utnuk menanam tanaman
yang hasilnya dapat di jual di pasaran dunia.
2. Tanah
pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan tanam paksa tidak boleh
melebihi seperlima dari tanah pertanian yang di miliki penduduk desa.
3. Waktu
dan pekerjaan yang di perlukan utntuk menanam tanaman dagangan atau tanaman
ekspor tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
4. Tanah
yang di sediakan utnuk tanaman dagangan di bebaskan dari bayaran pajak tanah.
5. Hasil
tanaman dagangan itu wajib di serahkan kepada pemerintah hindia belanda
6. Jika
harga atau nilai hasil tanaman dagangan yang di taksir melebihi pajak tanah
yang harus di bayarkan rakyat maka di taksir kelabihannya akan di kembalikan
kepada rakyat.
7. Penduduk
desa bekerja di tanah-tanah untuk pelaksanaan tanam paksa itu di bawah
pengawasan langsung oleh para penguasa pribumi, sedang pegawai-pegawai eropa melakukan
pengawasan secara umum.
b. Pelaksanaan
tanam paksa
Dalam pelaksanaannya, ternyata tanam paksa sangat
memberatkan rakyat Indonesia. Menurut ketentuan penjualan tanah petani kepada
pemerintah untuk di tanami tanaman perdagangan atau ekspor, berdasarkan
persetujuan dan kerelaan dari rakyat. Ternyata, seluruh pelaksanan sistem tanam
paksa di dasarkan atas unsur paksaan. Para petani harus menyewakan tanah tanpa
kompromi dan bahkan di pilih tanah-tanah yang subur. Luas tanah yang di pakai
tanam paksa ternyata tidak hanya seperlima, tetapi mencapai sepertiga bahkan
kadang-kadang mencapai separuh dari luas tanah yang di miliki.
Waktu dan pekerjaan yang di perlukan untuk menanam
tanaman ekspor, menurut ketentuan tidak melebihi waktu dan pekerjaan untuk
menanam padi, tetapi kenyataanya petani justru di paksa bekerja lebih
konsentrassi pada tanam paksa. Akibatnya, sawah dan ladang para petani jadi
terbengkalai. Tanah-tanah yang di pakai untuk tanam paksa ternyata masih di
kenai pajak bersama dengan tanah yang tidak di gunakan untuk tanam paksa.
Menurut ketentuan, jika hasil tanaman ekspor di taksir ternyata nilai harganya
lebih dari target maka kelebihan itu akan di kembalikan kepada petani, ternyata
petani tidak pernah menerima kelebihan itu. Hal itu terjadi, terutama karena
kekurangan dari pegawai pemerintah, atau bupati dan kepala desa yang menaksir
hasil tanaman itu jauh lebih dari rengah tanam paksa, padahal menurut taksiran
umum mestinya dapat lebih. Dalam hal ini yang mendapat keuntugan bukan petani,
tetapi para petugas atau pegawai. Kemudian, kerusakan tanaman dan kegagalan
panen ternyata di bebankan kepada rakyat.
Oleh karena pelaksanaan yang sangat memberatkan
rakyat indonsia. Timbulah bahaya kelaparan di berbagai daerah. Bagi belanda,
pelaksanaan tanam paksa telah mendatangkan keuntungan yang berlipat ganda.
Daritahun 1831-1877 perbendaharaan kerajaan belanda mencapai 832 juta golden,
hutang-hutang lama VOC dapat di lunasi, kubu-kubu pertahanan, terusan-terusan,
dan jalan-jalan kereta api di bangun.
E. Berakhirnya Penjajahan Kolonial
Hindia Belanda di Indonesia
Tanggal 28 Februari 1942, Tentara ke 16 di bawah pimpinan
Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mendarat di tiga tempat di Jawa Banten, Eretan
Wetan dan Kragan- dan segera menggempur pertahanan tentara Belanda. Pada 8
Maret 1942, Imamura memberikan ultimatum kepada Belanda, bahwa apabila tidak
menyerah, maka tentara Jepang akan menghancurkan seluruh tentara Belanda dan
sekutunya. Tanggal 9 1942 Maret Belanda telah melepaskan segala hak dan
legitimasinya atas wilayah dan penduduk yang dikuasainya. Dengan demikian,
tanggal 9 Maret 1942 bukan hanya merupakan tanggal menyerahnya Belanda kepada
Jepang, melainkan juga merupakan hari dan tanggal berakhirnya penjajahan
Belanda di bumi Nusantara, karena ketika Belanda kembali ke Indonesia setelah
tahun 1945, bangsa Indonesia telah merdeka.[6]
BAB III
KESIMPULAN
1. Sejarah kedatangan belanda ke Indonesia
Sebelum datang,
ke Indonesia, para pedagang Belanda membeli rempah-rempah di lisabon
(ibu kota portugis). Pada waktu itu belanda masih berada dalam di bawah
penjajahan spanyol. Mulai tahun 1585, belanda tidak lagi mengambil
rempah-rempah dari lisabon karena portugis di kuasai oleh spanyol
2. Keadaaan
Indonesia Pada Masa Kolonialisme Belanda
Pada 1605, VOC di bawah pimpinan Steven
Van derhaagen berhasil merebut benteng portugis di banten. Untuk memperkuat
kedudukannya, Konflik antara banten dengan belanda semakin tajam.
3. Kebijakan Yang di Terapkan oleh
Kolonial Belanda
Kebijakan daendels, diantaranya sebagai berikut:
a.
Meningkatkan usaha
pemasukan uang dengan cara pemungutan pajak.
b. Meningkatkan
penanaman tanaman yang hasilnya laku di pasaran dunia.
tanggal 9
Maret 1942 bukan hanya merupakan tanggal menyerahnya Belanda kepada Jepang,
melainkan juga merupakan hari dan tanggal berakhirnya penjajahan Belanda di
bumi Nusantara, karena ketika Belanda kembali ke Indonesia setelah tahun 1945,
bangsa Indonesia telah merdeka
[1] Nina H. Lubis, Banten dalam pergumulan Sejarah, Jakarta,
Pustaka LP3ES Indonesia, 2003. Hal. 44
[2] Dra, Atty Srie. S, Ilmu Pengetahuan Sosial, HUP, Bandung,
2011. Hal. 26
[3] M.C. RICKLEFS, Sejarah Indonesia Modern, SERAMBI, Jakarta,
2008. Hal. 123
[4] Dra, Atty Srie. S, Ilmu Pengetahuan Sosial, HUP, Bandung,
2011. Hal. 28
[5] Ibid. Hal 29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar